Peran Strategis Usaha Kecil dan
Menengah
Industri kecil memiliki peranan cukup
besar dalam sektor perekonomian di Indonesia seperti dalam Marbun (1993:4) yang
menyatakan bahwa industri kecil memiliki
perananan cukup besar dalam sektor manufaktur dilihat dari sisi jumlah unit usaha,
daya serap terhadap tenaga kerja dan mendukung pendapatan rumah tangga. Yang
tidak kalah pentingnya adalah, bahwa
sumbangan industri kecil ke PDB adalah
lebih dari 50%. (Dita, 2007).
Setidaknya ada empat peran strategis
usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), yaitu:
1. jumlahnya besar dan tersebar disetiap sektor ekonomi (99% terhadap total badan usaha);
2. Potensi besar
dalam penyerapan tenaga kerja;
3. Memanfaatkan bahan baku lokal; dan
4. Produksi
yang dihasilkan adalah produk yang dibutuhkan masyarakat dan harga terjangkau
(Departemen Koperasi dan UMKM, 20-
06).
Demikian juga diungkapkan oleh Kuncoro (2002) bahwa usaha kecil dan usaha
rumah tangga di Indonesia telah memainkan peran penting dalam menyerap tenaga
kerja, meningkatkan jumlah unit usaha dan
mendukung pendapatan rumah tangga.
Ketidakpercayaan terhadap kemampuan usaha mikro kecil dan menengah
(UMKM) dalam menghadapi era globalisasi berorientasi pada mekanisme pasar
bebas memang cukup beralasan, karena
keterbatasan-keterbatasan yang ada dalam
kelompok tersebut. Namun demikian perlu
diingat bahwa sejak era penjajahan UMKM sudah dihadapkan dan ditempa dengan
berbagai masalah termasuk dari aspek
pemasaran, tetapi UMKM tetap eksis
dalam mendukung pertekonomian nasional.
Ketidakmampuan UMKM untuk menghadapi pasar global mungkin timbul karena
lemahnya akses terhadap informasi.
Kelemahan ini dapat berdampak pada sempitnya peluang pasar dan ketidakpastian
harga.
Di sini terlihat bahwa era bisnis global menuntut penguasaan informasi inovasi
dan kreatifitas pelaku usaha, baik dari aspek teknologi maupun kualitas sumberdaya manusia.
Lemahnya kemampuan UMKM dalam mengakses informasi diduga terkait langsung dengan kondisi faktor internal UMKM
yang dibayangi oleh berbagai keterbatasan
untuk mampu memberikan informasi
kepada konsumen. Akibatnya produk
UMKM yang sebenarnya memiliki pangsa
pasar yang cukup besar di dunia internasional, belum banyak diketahui konsumen. Solusi penting yang perlu dilakukan
oleh UMKM untuk mengatasi masalah adalah mengenalkan produk-produk UKM tersebut melalui kegiatan promosi, yang dapat
dilakukan dalam berbagai bentuk antara lain
pameran, temu bisnis, misi dagang, business
centre, iklan layanan masyarakat, trading
house dan lain-lain. Kepentingan promosi
produk UMKM juga merupakan salah satu
bentuk antisipasi dampak era globalisasi
yang sudah pasti akan berimbas pada
pangsa pasar UMKM baik di dalam maupun di luar negeri.
Dengan memperhatikan kondisi dana
dan sumberdaya manusia UMKM, khususnya usaha mikro dan usaha kecil, kegiatan
tersebut agaknya sulit dilakukan oleh mereka sendiri.
Untuk itu pihak-pihak lain yang
berkepentingan dengan pemberdayaan
UMKM (stakeholders), terutama pemerintah harus berpatisipasi aktif membantu
kegiatan promosi pemasaran produk UMKM. Sebagai implementasi dari pemikiran
tersebut, pemerintah melalui Kementerian
Negara Koperasi dan UKM dan beberapa
instansi lainnya telah melaksanakan berbagai bentuk program promosi. Namun demikian sampai sekarang ini dampak dari
adanya program promosi tersebut belum diketahui dengan pasti, untuk itu diperlukan
adanya kajian yang komprehensif, menyangkut berbagai aspek yang mempengaruhi keberhasilan program promosi produk UMKM.
Salah satu masalah besar yang dihadapi dalam pemberdayaan UMKM adalah
rendahnya akses UMKM terhadap pasar.
Secara konseptual diketahui bahwa empat
unsur yang mempengaruhi keberhasilan
suatu perusahaan dalam berkompetisi
adalah
a) produk,
b) harga,
c) empat/lokasi
dan,
d) promosi.
Keempat faktor strategis
ini saling terkait dalam meningkatkan fungsi
pemasaran. Dalam era keterbukaan ini dimana batas-batas ruang sudah mulai ditinggalkan peran faktor promosi yang terkait
dengan ruang yang sangat luas mulai memperlihatkan pengaruh dominannya.
Dominasi faktor promosi diindikasikan
dari luasnya penyebaran suatu jenis produk
yang ada kalanya dapat menekan pengaruh
ketiga faktor lainnya. Untuk memperoleh hasil yang maksimal, promosi harus
dilakukan secara profesional dalam artian
pengusaha harus dapat memilih bentuk
promosi yang memiliki efektifitas dan efisiensi tinggi. Untuk kegiatan ini produsen harus mengeluarkan biaya yang bisa cukup
besar, oleh sebab itu sejak awal harus diperhitungkan batas kelayakan kegiatan promosi. Beberapa unsur yang harus dimasukan dalam kalkulus perencanaan promosi
adalah; bentuk promosi, tempat dan
besaran promosi, jenis barang yang akan
promosikan, peluang pasar, pesaing, barang
substitusi dan kompleter atas barang tersebut, selera konsumen, trent atau mode dan
faktor-faktor eksternal lainnya.
Dari
beberapa hasil pengamatan antara lain yang
dilakukan oleh Sirait (2002) diketahui
bahwa, UKM yang sering mengikuti kegiatan promosi kebanyakan UKM yang tergolong mempunyai skala usaha kecil menuju menengah. Dari aspek jenis usaha diketahui bahwa yang terbanyak adalah UMKM yang bergerak di sektor industri kerajinan. Umumnya UMKM-UMKM ini belum memahami makna sesungguhnya dari
promosi. Untuk melakukan promosi secara
mandiri diperlukan pengetahuan dan biaya
yang cukup besar, sehingga sulit dilakukan
oleh UMKM yang kondisinya sangat terbatas.
Studi Kewirausahaan
(Entrepreneurship)
Studi kewirausahaan berkembang dalam disiplin ilmu lain yang penekanannya
pada wirausaha sendiri.
Dalam bidang ilmu
psikologi, studi kewirausahaan meneliti karakteristik kepribadian wirausaha, sedangkan pada ilmu sosiologi penelitian ditekankan pada pengaruh dari lingkungan sosial
dan kebudayaan dalam pembentukan masyarakat wirausaha. Walau terdapat perbedaan sudut pandang, penelitian yang dilakukan baik oleh ahli ekonomi, psikologi, dan
sosiologi harus tetap bepijak pada kegiatan
kewirausahaan serta sebab akibatnya pada
tingkat mikro dan makro. Hal ini adalah
wajar apabila studi kewirausahaan dengan
penekanan keilmuan yang berbeda itu pada
akhirnya akan saling berhubungan dan
memengaruhi (Bjerke, B, 2005).
Carson,
MC. (2002), menyatakan bahwa kewirausahaan mempelajari tentang nilai, kemampuan, dan perilaku seseorang dalam
berkreasi dan berinovasi. Oleh sebab itu studi kewirausahaan adalah nilai-nilai dan kemampuan seseorang yang diwujudkan
dalam bentuk perilaku. Day, John, Reynald,
Pane, Lancaster, Geoff (2006), menyatakan
kewirausahaan pada hakikatnya adalah sifat,
ciri dan watak seseorang yang memiliki
kemampuan dalam mewujudkan gagasan
inovatif kedalam dunia nyata secara kreatif.
Inti dari kewirausahaan adalah suatu
kemampuan untuk menciptakan sesuatu
yang baru dan berbeda (ability to create
the new and different thing), Bjerke dan
Hultman (2006) mendefinisikan entrepreneurship menjadi dua kategori meliputi:
(a)
kepribadian individu yang berusaha
mengidentifikasi psikologi umum dan sifat
sosial yang membandingkan antara wirausaha dan non wirausaha.
(b) perilaku yang
dilakukan oleh seorang wirausaha.
Definisi
awal dari kewirausahaan difokuskan pada
atribut perilaku, yang mendefinisikan
wirausaha sebagai agen perubahan, orang
yang tidak berusaha menyempurnakan, atau
mengoptimalkan cara melakukan sesuatu,
tapi lebih suka mencari metode dan pasar
baru – tepatnya, cara berbeda dalam melakukan sesuatu. Bustami, Bernadien, Nurlela, Sandra, Ferry(2007) menyatakan bahwa wirausaha sebagai seseorang yang mencari perubahan, tapi meresponnya dalam
sebuah cara inovatif, menggunakannya sebagai peluang dan membuat inovasi menjadi
bagian yang dibutuhkan dalam kewirausahaan.
Kewirausahaan sebagai proses,
dengan gaya manajemen berorientasi aksi
yang menggunakan inovasi dan perubahan
sebagai fokus pemikiran dan perilaku
Carson, David and Cromie, S. (2008),
menyatakan bahwa kewirausahaan
merupakan gabungan dari kreativitas, inovasi, dan kebenaran menghadapi resiko
yang dilakukan dengan cara kerja keras
untuk membentuk dan memelihara usaha
baru. Kreativitas adalah berfikir sesuatu
yang baru, sedangkan inovasi adalah bertindak melakukan sesuatu yang baru. Secara efistimologis kewirausahaan hakikatnya adalah suatu kemampuan dalam berfikir kreatif dan berperilaku inovatif yang dijadikan dasar, sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat dalam menghadap
tantangan hidup.
Adapun ciri-ciri kewirausahaan lainnya secara komprehensif telah dikemukakan oleh Scarborough dan Zimmerer (2005:
6) yang mencakup: pertama, Desire for
responsibility, yakni hasrat bertanggung jawab terhadap usaha-usaha yang tengah dirintisnya yang diaktualisasikan melalui sikap
mawas diri. Kedua, Preference for moderate risk, yakni kecenderungan untuk senantiasa mengambil risiko yang moderat
yang direfleksikan oleh pilihan keputusannya yang selalu menghindari tingkat risiko
yang terlalu tinggi maupun yang terlalu
rendah. Ketiga, Confidence in their ability to success, yakni dimilikinya keyakinan
atas kemampuan dirinya untuk sukses yang
direfleksikan melalui moto bahwa kegagalan itu tak lain adalah sukses yang tertunda.
Keempat, Desire for immediate
feedback, yakni kehendak untuk senantiasa
memperoleh umpan balik yang sesegera
mungkin. Kelima, High level of energy,
yakni dimilikinya semangat dan dorongan
bekerja keras untuk mewujudkan impiannya yang lebih baik di masa mendatang. Keenam, Future orientation, yakni dimilikinya perspektif ruang dan waktu ke masa
depan. Ketujuh, Skill at organizing, yakni
dimilikinya keahlian dan keterampilan dalam mengorganisasikan sumberdaya untuk
menciptakan nilai tambah. Kedelapan,
Value achievement over money, yakni dimilikinya suatu tolok ukur yang bersifat
kuantitatif-finansial dalam menilai suatu
kinerja. Kesembilan, Memperhatikan ciri
dan watak dari wirausahaan sebagaimana
dikemukakan di atas, maka patut diyakini
di sini bahwa kualitas profesionalisme seorang manajer akan semakin kokoh dan terpelihara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar